;">
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Rabu, 16 November 2016

LANDASAN BERFIKIR FILSAFAT


LANDASAN BERFIKIR FILSAFAT

Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat adalah 1) Keheranan; 2) Kesangsian; 3) Kesadaran akan keterbatasan karena merasa dirinya sangat kecil, sering menderita, dan sering mengalami kegagalan. Hal ini mendorong pemikiran bahwa di luar manusia yang terbatas, pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dalam kehidupan, adakalanya kita dapat menggolongkan manusia kedalam beberapa jenis berdasarkan pengetahuannya, yaitu:
  • Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
  • Orang yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya;
  • Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
  • Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.
Orang dapat memperoleh pengetahuan yang benar apabila orang tersebut termasuk golongan 1) dan sekaligus 2) yaitu Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya sekaligus Orang yang mengetahui apa yang tidak diketahuinya. Dengan demikian maka filsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui. Pengetahuan diperoleh dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari kedua-duanya.
Tidak semua orang mampu berfilsafat, orang yang akan mampu berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena memahami bahwa tidak semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan kebesaran alam semesta. Filsuf Faust mengatakan : ”Nah disinilah aku, si bodoh yang malang, tak lebih pandai dari sebelumnya”. Socrates menyadari kebodohannya dan berkata “yang saya ketahui adalah bahwa saya tak tahu apa-apa”. Sifat selanjutnya adalah bersedia untuk mengoreksi diri dan berani berterus terang terhadap seberapa jauh kebenaran yang sudah dijangkaunya. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri sendiri mengenai:
  1. Apakah yang sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?;
  2. Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang bukan ilmu?;
  3. Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar?;
  4. Kriteria apa untuk menentukan kebenaran?;
  5. Mengapa kita harus mempelajari ilmu?;
  6. Apakah kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang berfilsafat diibaratkan seperti seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya dalam lingkungan alam semesta. Hamlet berkata “Ah Horaito, masih banyak lagi di langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu”. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu “menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan orang lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari merenungkan bahwa betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Seperti Socrates yang berkata ”Ternyata saya tak tahu apa-apa”. Selanjutnya Socrates berpikir filsafati yakni dia tidak percaya bahwa ilmu yang sudah dimilikinya itu benar dan bertanya-tanya mengenai apakah kriteria untuk menyatakan kebenaran?, apakah kriteria yang digunakan tersebut sudah benar?, dan apakah hakekat kebenaran itu sendiri?. Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam dan ini merupakan karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu “mendasar”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dan melingkar yang seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir. Namun bagaimana menentukan titik awal?. Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita hanya bisa berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu “spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter berpikir filsafat yaitu meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.

OBJEK MATERIAL DAN OBJEK FORMAL FILSAFAT

Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Objek material filsafat (segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat) setidaknya ada 3 persoalan pokok, 1) Hakikat Tuhan, 2) Hakikat Alam, 3) Hakikat Manusia. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi sekalipun kelihatan terpisah akan tetapi saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Ada beberapa pengertian objek material filsafat, yaitu:
  1. Segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang ada dan mungkin ada;
  2. Segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir tentang dirinya dan tempatnya di dunia;
  3. Segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin diketahui manusia.
Dalam hal ini permasalahan yang dikaji oleh filsafat meliputi:
  1. Logika ( benar dan salah )
  2. Etika ( baik dan buruk )
  3. Estetika ( indah dan jelek )
  4. Metafisika (zat dan pikiran )
  5. Politik ( organisasi pemerintahan yang ideal).
Sedangkan objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Misalnya objeknya “manusia” yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.

METODE FILSAFAT

Metode dan filsafat mempunyai hubungan erat, karena secara tidak langsung filsafat membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat. Untuk mempelajari filsafat ada tiga macam metode: 1) metode sistematis, 2) metode historis, dan 3) metode kritis menggunakan filsafat/pemikiran lain.
Menggunakan metode sistematis, berarti seseorang menghadapi dan mempelajari karya filsafat. Misalnya mula-mula ia menghadapi teori pengetahuan yang terdiri atas beberapa cabang filsafat, setelah itu ia mempelajari teori hakikat yang merupakan cabang lain. Kemudian ia mempelajari teori nilai atau filsafat tatkala membahas setiap cabang atau cabang itu, aliran-aliran akan terbahas. Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatiannya terpusat pada isi filsafat, bukan pada tokoh atau pun periode.
Adapun metode historis digunakan apabila seseorang mempelajari filsafat dengan cara mengikuti sejarah, terutama sejarah pemikiran. Metode ini dapat dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam sejarah, misalnya dimulai dari membicarakan filsafat Thales beserta riwayat hidupnya, pokok ajarannya dalam teori pengetahuan, teori hakikat, maupun dalam teori nilai. Lantas setelah mengetahui Thales dari mulai pemikiranya, dilanjutkan lagi membicarakan tokoh selanjutnya, misalnya Heraklitus, Pramendes, Sokrates, Demokritus, Plato, dan tokoh-tokoh lainnya.
Metode kritis digunakan oleh orang yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Pengguna metode ini haruslah sedikit-banyak telah memiliki pengetahuan filsafat, langkah pertama dengan memahami isi ajaran, kemudian mengajukan kritiknya. Kritik itu dapat menggunakan pendapatnya sendiri atau pun orang lain.

CABANG-CABANG FILSAFAT

Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian bertambah lagi, pertama teori tentang ada: tentang hakikat keberadaan zat, tetang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran (metafisika), dan kedua kajian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang ideal (politik). Kelima cabang utama ini berkembang lagi menjadi cabang filsafat yang lebih spesifik mencakup:
  1. Epistemologi (filsafat pengetahuan)
  2. Etika (filsafat moral)
  3. Estetika (filsafat seni)
  4. Metafisika
  5. Politik (filsafat pemerintahan)
  6. Filsafat agama
  7. Filsafat ilmu
  8. Filsafat pendidikan
  9. Filsafat hukum
  10. Filsafat sejarah
  11. Filsafat matematika

LANDASAN FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?.
Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini.
 Bagan Landasan Filsafat IlmuGambar : Bagan Landasan Filsafat Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar