;">
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Senin, 10 Oktober 2016

Filsafat Teknologi


  1. ASPEK ONTOLOGI: DISEBUT TEKNO ONTOLOGI ATAU TEKNO METAFISIK(METAFISIKA ADALAH SUATU PEMBAHASAN FILSAFATI YG KONFREHENSIF MENGENAI SELURUH REALITAS ATAU SEGALA SESUATU YG ADA)
  2. ASPEK EPISTEMOLOGI :HOW DAN WHY (KATA, PIKIRAN,PERCAKAPAN TENTANG PENGETAHUAN DAN IP)
  3. ASPEK AKSIOLOGI : FOR WHAT, ETIKA/ESTETIKA, MANFAATNYA

Padahal filsafat teknologi adalah salah satu genre dalam ranah filsafat yang dapat dikatakan banyak menarik perhatian para filsuf. Heidegger, Habermas, Jacques Ellul, Don Ihde dan Andrew Feenberg adalah beberapa contoh filsuf yang memberikan perhatian pada hakikat teknologi dalam dunia-kehidupan.
Pertanyaan tentang hakikat teknologi sebenarnya sudah muncul sejak zaman Yunani kuno (Aristoteles). Saat itu dikenal terma filsafat: techne dan poiesis. Heidegger mengungkap hal ini dalam bukunya The Question Concerning Technology (1977). Techne dapat dijelaskan sebagai pengetahuan tentang cara memproduksi atau mentransfomasikan, sedangkan poiesis adalah sebuah penyingkapan, yang dengannya sesuatu yang baru hadir di muka bumi. Pada masa modern filsafat teknologi tidak hanya membahas techne, poiesis dan kaitannya dengan dunia-kehidupan saja, tapi juga artifak atau teknofak yang tak dapat dipungkiri mempengaruhi kehidupan dan juga kesadaran.
Heidegger adalah salah satu filsuf yang membuka diskursus filsafat teknologi. Karakter dan hakikat teknik (teknologi) bahkan sudah dibicarakan oleh Heidegger dalam buku besarnya Being and Time(1927), yang kemudian dtuntaskan dalam bukunya The Question Concerning Technology(1977). Menurut Heidegger hakikat teknologi adalah bukan sesuatu yang bersifat teknologis, melainkan enframing; membuat, mencipta atau mentransformasikan (yang kemudian mengungkapkan sesuatu yang baru). Yang teknologis kemudian dimengerti bukan semata-mata yang teknis tetapi juga yang reflektif filosofis.
Pertanyaan 1 :
Apakah kemajuan Teknologi mampu mempengaruhi kehidupan manusia ?

Jawab :
Untuk menunjukkan bahwa manusia sekarang hidup di dunia teknologis, Marwah Daud Ibrahim dalam bukunya Teknologi Emansipasi dan Transendensi (1955) menulis, antara lain sebagai berikut: sekarang ini ratusan satelit komunikasi bergerak di orbit geostasioner mengikuti rotasi bumi, sementara ribuan kabel serat optik merambah di dasar samudera. Pertautan antara teknologi transmisi mutakhir dengan computer telah melahirkan era baru di bidang informasi. Manusia dapat saling berhubungan dari ujung bumi yang satu ke ujung yang lainnya dalam kecepatan hitungan detik, bahkan nol detik. Kita hidup di dunia dimana data lintas batas wilayah, konferensi jarak jauh, facsimile, cetak jarak jauh bukan lagi hayalan. Program televisi dari satu negara dapat ditonton secara serempak oleh ratusan juta pemirsa di puluhan negara, sehingga Marshall McLuhan menyebutnya sebagai tanda akan hadirnya “desa global”.
Wujud yang dahulu tidak ada atau tidak terlihat sekarang berkat teknologi menampakan bagian yang tersembunyi, berkat hasil karya manusia di bidang teknologi. Bentuk otonomi teknologi menunjukan bahwa kepentingan manusia di batasi oleh jiwa teknologi yang di pengaruhi oleh kepentingan teknologi sendiri. Jarak pengaruh teknologi terhadap diri manusia begitu nyata, kuat sehingga otonomi teknologi berhadapan dengan kepentingan manusia. Sampai titik tertentu manusia mengabdi pada teknologi sehingga melahirkan ”manusia teknologi”dimana seluruh struktur yang berada dalam diri manusia sepenuhnya bergantung pada pola hidup teknologi. Seperti realitas maya internet membentuk dunia baru, pergaulan manusia dibatasi serta jaringan kerja luas, kebebasan informasi begitu mudah diakses dan batas-batas budaya, informasi, realitas sudah tidak terbatas sampai keseluruh penjuru dunia. Disisi lain penggunaan hand-phone sebagai alat komunikasi seringkali dipakai untuk berbicara, mengambil gambar visual, mendengarkan musik, merekam pembicaraan dapat mengubah jadwal dan kegiatan keseharian yang dahulu tertib dengan pola pikir mandiri, namun kini kontrol diri tak dapat dibatasi oleh pilihan sendiri namun sepenuhnya berdasar dari otonomi teknologi yang meng-intervensi pola pikir manusia. Keberhasilan teknologi dalam mempengaruhi manusia tak lepas dari cara pandang serta penilaian terhadap teknologi.




Pertanyaan 2 :
Siapakah Martin Heidegger, dan apakah kaitannya dengan Filsafat Teknologi ?

Jawab :
Martin Heideger adalah seorang tokoh fenomenologi filsafat Teknologi. pengkajian tentang teknologi meneurut Heidegger bahwa teknologi berasal dari kata Techne yang mempunyai arti bukan hanya kativitas dan keahlilan menukang dengan tangan, tetapi juga seni pikiran dan seni halus. Techne dihubungkan dengan epistem dalam Yunani Kuno maka kedua kata tersebut Techne melibatkan pengetahuan praktis sedangkan episteme melibatkan pengetahuan teoritis yang eksak/pasti.
Heidegger sebagai seorang filsuf besar memang memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya filsafat dan metafisika. Begitu banyak karya yang telah ia hasilkan.
Dasar filsafat Martin Heidegger adalah fenomenologi. Filsafat ini ia geluti semenjak ia belajar di Universitas Freiburg, tempat dia mempelajari teologi dan filsafat skolastik.
Karya monumental karangan Heidegger yakni Being and Time berisi pemikiran tentang ada atau dasein dan ontologi maknanya yang bersifat temporalitas. Sesuatu yang dinamakan dasein adalah berada-dalam-dunia, dimana memiliki eksistensi yang tampak disaksikan oleh mata telanjang. Heidegger menyatakan bahwa teknologi bukan sekedar alat, namun sebuah jalan atau cara untuk membuka pikiran (reveal).


Pertanyaan 3 :
Di Indonesia, apakah ada tokoh yang menerapkan Filsafat Teknologi ?

Jawab :
Awal bulan tahun 2010, Prof. BJ. Habibie diberikan gelar doctor kehormatan (Honoris causa) Universitas Indonesia karna kesetiaannya dalam mengkaji dan menerapkan secara praktis Filsafat Teknologi. Habibie di pandang telah berhasil mengembangkan pemikiran monologis yang menyatukan laku manusia dengan ketersediaan alam yang terbatas itu.
Alasan penganugerahan gelar tersebut, menurut Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri, karena Habibie dianggap kerap melakukan kajian dan penerapan praktis ‘filsafat teknologi’, yang mengaitkan teknologi dengan filsafat ilmu pengetahuan (philosophy of science).
“Satu hal yang sering lepas dari perhatian kita yaitu bahwa Habibie bukan sekadar teknolog, melainkan seorang pemikir atau bahkan ‘filsuf teknologi’ Indonesia yang telah mengikutsertakan berbagai pertimbangan filosofis penting dalam merefleksikan peranan teknologi dan peranan manusia sebagai pengendali dalam konteks budaya,” kata Gumilar dalam sambutan pemberian gelar tersebut yang sekaligus bersamaan dengan upacara wisuda mahasiswa UI, di Balairung UI, Depok, Sabtu (30/1).
 “Bersatunya filsafat dan teknologi bisa berakibat positif, bisa juga negatif,” kata dia. Teknologi, kata dia, dihasilkan dari hasil riset yang terus menerus. “Keterkaitan filsafat dan teknologi yang tak mungkin dipisahkan akan menentukan nasib manusia. "Teknologi bukan hasil sumber daya alam, melainkan hasil pemikiran, karya, dan ciptaan sumber daya manusia, sama seperti halnya dengan filsafat," tuturnya kembali dalam pidatonya. Beliau juga menjelaskan bahwa “teknologi tidak hanya dapat menjawab permasalahan pada waktu dan tempat yang tertentu saja, namun dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan metafisik itu sendiri. ( Heidegger, 1962)”. Pada hakikatnya perkembangan teknologi didorong oleh kelemahan manusia itu sendiri dalam menghadapi tantangan lingkungan. Dalam ceramahnya, Beliau merincikan bahwa teknologi didapat paling tidak dari 2 disiplin ilmu, yaitu ilmu alam dan ilmu eksperimen yang menciptakan rangkaian dari beberapa ilmu terapan (teknologi).





Sumber :            iis suryatini
Kompasiana
Diposkan Oleh Tidore Majang


1 komentar: