;">
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Jumat, 23 Desember 2016

Kritik atas Akal Budi Praktis



Konsep objek akal budi praktis murni
Objek adalah efek yang hanya dimungkinkan melalui kebebasan. Menjadi objek pengetahuan praktis, dengan demikian hanya mengandung arti hubungan kehendak dengan tindakan dimana hal ini atau hal sebaliknya diwujudkan.
Jika sisi lain, suatu hukum a priori dapat dipandang sebagai dasar penentu tindakan, yang konsekuensinya dianggap diyakini oleh akal budi praktis murni, maka penilaian terkait benar tidaknya sesuatu menjadi objek akal budi praktis murni sepenuhnya tidak terikat dengan pertanyaan tentang kemampuan fisik kita; satu-satunya pertanyaan adalah apakah kita harus berniat melakukan suatu tindakan yang diarahkan pada eksistensi suatu objek jika objek itu berada di dalam pengaruh kita.
Jika konsep kebaikan tidak berasal dari hukum praktis namun justru berfungsi sebagai dasar kejahatan, hal ini hanya bisa menjadi konsep sesuatu yang eksistensinya menjanjikan kebahagiaan sehingga menentukan kausalitas objek (hasrat) dalam menghasilkannya. Kini karena tidak mungkin melihat secara a priori ide mana yang akan disertakan dengan penderitaan, maka sepenuhnya menjadi masalah pengalaman untuk menjelaskan apa itu kebaikan dan kejahatan. Bagian dari subjek ini, dimana pengalaman tersebut dapat diperoleh, adalah rasa bahagia atau tidak bahagia sebagai satu kehendak untuk menerima yang menjadi bagian indera batin; jadi konsep kebaikan hanya akan mengacu kepada hal-hal yang diasosiasikan dengan sensasi kebahagiaan, dan konsep kejahatan sudah pasti dikaitkan dengan hal-hal yang secara langsung merangsang penderitaan.
Hukum moral diterima sebagai satu fakta yang sangat menyakinkan seolah-olah sebagai akal budi murni itu adalah fakta yang kita sadari secara a priori, sekalipun bila diyakini bahwa tidak ada satupun contoh yang dapat ditemukan ditempat ia dipahami secara pasti.
Jadi realitas hukum objektif moral tidak dapat dibuktikan melalui deduksi, penerapan akal budi yang didukung secara teoritis, spekulatif, dan empiris dan bahkan jika orang ingin memahami kepastian yang meyakinkan ini, hal ini tidak dapat dibuktikan dengan pengalaman sehingga terbukti bersifat a posteriori.
Analika akal budi praktis murni berhubungan dengan pengetahuan tentang objek yang mungkin akan dipahami. Dengan demikian dia harus mulai dari intuisi dan dari sensibilitas; hanya setelah itulah dia akan berkembang menjadi konsep; dia baru dapat berakhir menjadi prinsip setelah keduanya dilakukan. Pada sisi lain, akal budi praktis tidak berkaitan dengan objek untuk memahami mereka namun berhubungan dengan kapasitasnya sendiri untuk menjadikannya nyata sepanjang yang mereka ketahui, jadi dia berhungan denga kehendak yang merupakan satu agen kausal selama akal budi berisi sejumlah dasar penentu.
Dalam sejarah filsafat Yunani sebelum Axagoras tidak ada jejak yang jelas tentang teologi rasional murni. Akal budi dalam konteks ini bukanlah bahwa para filsuf sebelumnya kekurangan pemahaman dan wawasan untuk mengangkat dirinya sampai kederajat ini dengan cara berspekulasi, paling tidak dengan bantuan hipotesis yang sangat masuk akal.
Jika akal budi praktis tidak dapat berasumsi dan berpikir lebih jauh daripada yang dapat dilakukan oleh akal budi praktis berdasarkan atas pengetahuannya sendiri, yang kedua ini menduduki posisi penting. Namun seandainya yang pertama memiliki prinsip a priori asli dimana posisi teoretik tertentu terkait erat namun yang berada diluar segala kemungkinan bagi pemahaman tentang akal budi spekulatif.

sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar