;">
TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Sabtu, 24 Desember 2016

metode campur sari

Metode campur sari (mixed methods) merupakan pendatang baru dalam khazanah penelitian ilmiah. Sebagai pendatang baru metode ini telah menimbulkan kontroversi. Karena kehadirannya merupakan hasil perdebatan panjang antara para pendukung metode kuantitatif dan kualiatatif yang merupakan yang merupakan bahan dasr pencampuran itu.
Sampai saat ini pun kontroversi itu masih berlangsung (Bryman, 2004:1; Andrew & Halcomb ed., 2009; Tashakkori & Teddlie eds., 2010). Namun ditengah kecamuk kontroversi itu, metode campur sari terus berkembang dan digunakan dalam banyak bidang keilmuan. Para pengguna metode ini lebih melihat dan menekankan kelebihannya yang dapat memanfaatkan secara maksimal keunggulan penelitian kualitatif dan kuantitatif sekaligus.
Dengan demikian di dapat hasil penelitian yang akurat dan mendalam, yang memiliki kemampuan menjelaskan dan memahami secara simultan. Weinrech (2006) menjelaskan integrasi metode kuantitatif dan kualitatif dapat memnuhi syarat ketelitian (regorous) dari penelitian kuantitatif dan kedalaman (indepth) dari penelitian kualitatif.
Mixed methods atau metode campur sari tampaknya tumbuh karena kepentingan praktis untuk memahami realitas kemiskinan yang merupakan persoalan sosial yang serius pada waktu itu. Pendekatan campur sari yang menggunakan sekaligus teknik penelitian kualitatif dan kuantitatif diyakini akan menghasilkan penelitian dan solusi  yang lebih baik, rinci dan lengkap. Hesse-Biber meyakini tradisi mixed methods dilanjutkan oleh mazhab Chicago pada abad 20 yang mengembangkan etnografi perkotaan dan studi kasus memanfaatkan data kuantitatif dan kualitatif.
Metode campur sari adalah suatu pendekatan kombinasi sebagai alternative terhadap pengguna metode tunggal dalam satu penelitian. Karena itu metode ini merupakan strategi yang mengombinasikan berbagai tradisi penelitian yang memiliki asumsi yang tidak sama. Hakekatnya metode campur sari merupakan strategi yang menggunakan penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam satu penelitian.
Ercikan & Roth (2009:49-59) menegaskan metode kombinasi adalah sintesis penelitian kualitatif dan kuantiatatif. Sintesis itu mungkin dilakukan karena memang terdapat sejumlah titik kesamaan yang memungkinkannya. Sintesis ini justru diharapkan memperkuat upaya untuk mencari solusi berbagai maslah dalam berbagai bidang.
Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut kedalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari sekedar mengumpulkan dan menganalisis dua jenis data, ia juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut secara kolektif sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar ketimbang penelitian kualitatif dan kuantitatif (Creswell & Plano Clark, 2007).
Penelitian campur sari nampaknya bukan sekedar pencampuran atau pengkombinasian teknik-teknik tertentu dalam pengumpulan data seperti pengisian angket yang dikombinasi dengan wawncara mendalam. Juga bukan hanya pengkomnasian data, antara data verbal  yang bersifat kualitatif dan data kuantitatif  yang berupa angka.
Sejumlah kekuatan atau kelebihan metode campur sari dicatat oleh Axinn & Pearce (2006: 19, 331-340) yang menjelaskan bahwa, metode campur sari merupakan upaya sistematis yang memungkinkan memanfaatkan sumber informasi yang sangat beragam dari pendekatan yang beragam. Tentu saja cara ini memberi perspektif yang kaya tentang realitas sosial.
Mereka juga menegaskan metode campur sari memberi kesempatan ntuk pemahaman yang mendalam dan rinci karena memungkinkan menggunakan “natural” experiments dengan populasi yang khusus dan penggunaan statistic untuk mencari hubungan kausal. Ini merupakan pendekatan alternative untuk memahami realitas sosial dengan cara yang lenih komprehensif-holistik.
Metode campur sari menciptakan keseimbangan karena dapat mencegah kelemahan tiap metode dengan mengeksplorasi kelebihan kedua metode. Dengan demikian kecenderungan kuantifikasi yang bersifat permukaan dalam penelitian kuantitatif, diimbangi dengan kedalaman penelitian kualitatif. Sementara itu fleksibilitas penelitian kualitatif diimbangi oleh keketatan atau keakuratan penelitian kuantitatif.
Metode campur sari menghasilkan data empiris yang komprehensif karena digunakannya banyak cara mengukur dan mengumpulkan daa. Pengumpulan atau pengukuran data kuantitatif melalui survey, skala sikap, tes, dan kuesioner yang biasa digunaka dalam penelitian kuantitatif, diperkaya dan didalami serta diperinci melalui wawncara naturalistic dan pengamatan terlibat yang sangat lazim dugukan dalam penelitian kualitatif.
Berbagai keunggulan diatas, sangat tidak mungkin didapat bila menggunakan metode tunggal. Penelitian kualitatif mengutamakan kedalaman dan kerincian, dalam latar atau konteks yang asli/natural/otentik. Paradoksnya adalah kelenturan tanpa batas ini seringkali mengorbankan akurasi dan keketatan, sehingga kesahihannya kerap dipertanyakan.
Sebaliknya, penelitian kuantitatif dengan metode statisktik yang canggih dan bantuan computer dapat menghasilkan peelitia dengan akurasi sangat tinggi. Namun, paradosknya pengukuran yang ketat dan pasti justru mengorbankan kedalaman dan kompleksitas.
Metode campur sari dalam keseimbangannya diharapkan mampu meminimalisir berbagai paradoks dimaksud yang merupakan kelemahan substansial dari kedua pendekatan penelitian itu.
Sebagai metode baru, metode campur sari tentulah memiliki tantangan dan kelemahan. Hesse-Biber (2010:213-214) mencatat tantangan dalam metode campur sari yaitu, ‘methods experience gap’, tidak mudah untuk melaksanakan metode campur sari karena sebagian besar peneliti terdidik, memiliki pengalaman dan terbiasa dalam salah satu metode penelitian kualitatif atau kuantitatif.
Karena itu pasti ada kecenderungan terampil dalam salah satu, dan kurang pada yang lainnya. Inilah yang kemudian memunculkan kesenjangan itu. Sebab untuk dapat melaksanakan penelitian campur sari tidak cukup jika hanya memahami dasar filosofi, konsep, dan teknik-tekniknya. Dibutuhkan pengalaman melakukannya dalam penelitian yang sesungguhnya, sehingga merasakan metode campur sari. Hanya dengan memahami itulah keterampilan terarah dan teruji.
Denscombe (2007:119-120) mencatat sejumlah kelemahan metode campur saru yaitu, pertama, bisa memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Sebab harus menggunakan dua metode, itu berarti digunakan lebih dari satu cara untuk mengumplkan dan menganalisis data. Tentu saja cara kerja ini membutuhkan waktu yang lebih lama, konsekuensinya dibutuhkan dana pendukung yang banyak. Waktu yang digunakan dapat dihemat jika peneliti ditambah namun biaya bertambah.
Kedua, ada kecenderungan pembedaan kualitatif dan kuantitatif dalam pencampuran metode disederhanakan secara berlebih-lebihan (oversimplify). Ini terkait dengan kesulitan pelaksanaan metode ini dalam penelitian yang sesungguhnya, terutama dalam hal analisis data. Bukan pekerjaan mudah untuk mengkuantifikasikan data kualitatif dan sebaliknya. Kenyataan ini merupakan salah satu alasan penyederhanaan itu.
Ketiga, didalam pelaksanaan penelitian, penggunaa disainmetode campur sari tidak selalu mudah. Ini terkait dengan sifat dasar dari masing-masing penelitian yang memang sangat berbeda.
Keempat, dasar filosofi metode campur sari yaitu pragmatism sering disalah tafsirkan. Kenyataan ini tidak mengherankan karena para pendiri pragmatism pun tidak memiliki kesepahaman dalam memaknai pragmatisme.
Kelima, hasil penelitian dari metode yang berbeda tidak selalu saling mendukung dan memperkuat. Tentu bukan persoalan yang mudah diselesaikan, jika hasil penelitian metode campur sari saling bertentangan.
Berbagai tentangan dan kelemahan metode campur sari tentu tidak mengecilkan keberadaan dan manfaatnya. Kekurangan ini perlu disadari oleh para peneliti agar didalam pelaksanaannya si peneliti bisa mengatur strategi untuk mengatasi bebagai kelemahan itu, dan memaksimalkan kelebihannya.
Tidak ada metode penelitian yang sempurna, karena ada saja kelemahannya. Yang penting disdari adalah metode penelitian adala alat untuk memcahkan berbagai masalah dan mengupayakan solusi. Kebermaknaan dan efektifitas penggunaan dan hasilnya tidak hanya ditentukan oleh kelebihan dan kekurangan metode itu, tetapi sangat tergantung pada si peneliti sebagai pemakainya.  
Tashakkori & Tedllie (2010:13) mencatat tiga keunggulan penelitian campuran disbanding penelitian lain yaitu:
1.      Penelitian meotde campuran sanggup menjawab pertanyaan penelitian yang tidak mampu dijawab oleh metodologi yang lain.
2.      Penelitian metode campuran memberikan proses pengambilan kesimpulan yang lebih baik (lebih kuat)
3.      Metode campuran memberikan pelang untuk menyajikan keanekaragaman pandangan yang lebih besar.

SUMBER : METODE RISET CAMPUR SARI
Dr. nusa Putra. Hendarmawan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar